Siang itu saya shalat jumat di basement kantor yang pada setiap hari
Jumat disulap jadi sebuah mesjid dengan hamparan sajadah yg cukup untuk
menampung muslim2 disekitaran komplek kantor saya.
Duduk dibawah kipas. Saya mendengarkan khutbah jumat kala itu dengan ngantuk2 lucu.
Khotib saat itu membahas tentang bagaimana kita seharusnya hidup bergantung hanya pada Allah.
Karena saya ngantuk, dan telat saya tidak memahami seluruh detail isi khutbah kala itu.
Bagi saya shalat di bawah kipas angin adalah tempat yg strategis. Adem.
Waktu shalat pun tiba. Semua jamaah berdiri.
Ketika imam membacakan Al-Fatihah pada rakaat pertama. Entah kenapa,
rasanya gatal sekali kepala ini, sampe2 bikin kesel. Bawaannya pengen
garuk mulu.
Memang menurut seorang dokter kenalan saya, rasa gatal itu lebih susah
ditahan ketimbang rasa sakit. Karena pada dasarnya manusia tidak
mempunyai saraf khusus untuk menahan rasa gatal. Berbeda dengan rasa
sakit yang bisa kita tahan.
Ketika memasuki rakaat kedua, rasa gatal ini makin tak tertahankan. Dalam hati saya bilang "Ya Allah, gatel2 amat sih ni pala."
Seakan Allah menjawabnya, tiba2 saya terpikir. Saya dapat tempat di
bawah kipas angin seperti yg saya inginkan jikala setiap shalat Jumat.
Lalu kenapa saya harus terfokus kepada gatal yg saya rasakan?
Kenapa saya tidak nikmati saja rasa sejuk dari kipas angin dan dengan khusu mendengar imam melantunkan ayat demi ayat?
Ya, itu mungkin adalah gambaran kecil dari sifat dasar manusia. Yg
selalu lupa bersyukur atas apa yg kita dapat dalam hidup kita. Lupa akan nikmat yang "terlihat remeh" hanya karena suatu ketidak nyamanan.
Seperti saya yg lupa menikmati sejuknya kipas angin, hanya karena sebuah rasa gatal.
Semoga Allah mengampuni dan selalu membimbing kita. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar