cerita. angan. kehidupan. semua melebur menjadi satu ketika tangan ini mulai menulis.
Jumat, 26 April 2013
Tunggu Aku Ditempat Itu
Kita start ditempat yang sama namun sekarang kamu berlari jauh didepan ku.
Entah aku bisa mengejarmu atau tidak. Berlarilah. Kau tak perlu
menungguku. Kau sudah berada dijalur yang benar. Kelak aku akan
menyusulmu. Setaun, dua taun, bahkan puluhan taunpun aku tak akan
menyerah. Jika aku tak mampu mengejarmu. Kau cukup tunggu aku di garis
finish dengan tersenyum.
Label:
puisi
Jumat, 19 April 2013
Khutbah Jumat
Siang itu saya shalat jumat di basement kantor yang pada setiap hari
Jumat disulap jadi sebuah mesjid dengan hamparan sajadah yg cukup untuk
menampung muslim2 disekitaran komplek kantor saya.
Duduk dibawah kipas. Saya mendengarkan khutbah jumat kala itu dengan ngantuk2 lucu.
Khotib saat itu membahas tentang bagaimana kita seharusnya hidup bergantung hanya pada Allah.
Karena saya ngantuk, dan telat saya tidak memahami seluruh detail isi khutbah kala itu.
Bagi saya shalat di bawah kipas angin adalah tempat yg strategis. Adem.
Waktu shalat pun tiba. Semua jamaah berdiri.
Ketika imam membacakan Al-Fatihah pada rakaat pertama. Entah kenapa, rasanya gatal sekali kepala ini, sampe2 bikin kesel. Bawaannya pengen garuk mulu.
Memang menurut seorang dokter kenalan saya, rasa gatal itu lebih susah ditahan ketimbang rasa sakit. Karena pada dasarnya manusia tidak mempunyai saraf khusus untuk menahan rasa gatal. Berbeda dengan rasa sakit yang bisa kita tahan.
Ketika memasuki rakaat kedua, rasa gatal ini makin tak tertahankan. Dalam hati saya bilang "Ya Allah, gatel2 amat sih ni pala."
Seakan Allah menjawabnya, tiba2 saya terpikir. Saya dapat tempat di bawah kipas angin seperti yg saya inginkan jikala setiap shalat Jumat. Lalu kenapa saya harus terfokus kepada gatal yg saya rasakan?
Kenapa saya tidak nikmati saja rasa sejuk dari kipas angin dan dengan khusu mendengar imam melantunkan ayat demi ayat?
Ya, itu mungkin adalah gambaran kecil dari sifat dasar manusia. Yg selalu lupa bersyukur atas apa yg kita dapat dalam hidup kita. Lupa akan nikmat yang "terlihat remeh" hanya karena suatu ketidak nyamanan.
Seperti saya yg lupa menikmati sejuknya kipas angin, hanya karena sebuah rasa gatal.
Semoga Allah mengampuni dan selalu membimbing kita. Aamiin.
Duduk dibawah kipas. Saya mendengarkan khutbah jumat kala itu dengan ngantuk2 lucu.
Khotib saat itu membahas tentang bagaimana kita seharusnya hidup bergantung hanya pada Allah.
Karena saya ngantuk, dan telat saya tidak memahami seluruh detail isi khutbah kala itu.
Bagi saya shalat di bawah kipas angin adalah tempat yg strategis. Adem.
Waktu shalat pun tiba. Semua jamaah berdiri.
Ketika imam membacakan Al-Fatihah pada rakaat pertama. Entah kenapa, rasanya gatal sekali kepala ini, sampe2 bikin kesel. Bawaannya pengen garuk mulu.
Memang menurut seorang dokter kenalan saya, rasa gatal itu lebih susah ditahan ketimbang rasa sakit. Karena pada dasarnya manusia tidak mempunyai saraf khusus untuk menahan rasa gatal. Berbeda dengan rasa sakit yang bisa kita tahan.
Ketika memasuki rakaat kedua, rasa gatal ini makin tak tertahankan. Dalam hati saya bilang "Ya Allah, gatel2 amat sih ni pala."
Seakan Allah menjawabnya, tiba2 saya terpikir. Saya dapat tempat di bawah kipas angin seperti yg saya inginkan jikala setiap shalat Jumat. Lalu kenapa saya harus terfokus kepada gatal yg saya rasakan?
Kenapa saya tidak nikmati saja rasa sejuk dari kipas angin dan dengan khusu mendengar imam melantunkan ayat demi ayat?
Ya, itu mungkin adalah gambaran kecil dari sifat dasar manusia. Yg selalu lupa bersyukur atas apa yg kita dapat dalam hidup kita. Lupa akan nikmat yang "terlihat remeh" hanya karena suatu ketidak nyamanan.
Seperti saya yg lupa menikmati sejuknya kipas angin, hanya karena sebuah rasa gatal.
Semoga Allah mengampuni dan selalu membimbing kita. Aamiin.
Label:
cermin
Langganan:
Postingan (Atom)