Kamis, 22 Agustus 2013

Seakan Langit Selalu Di Atas, Padahal Bumi Itu Bulat.

Kemarin sewaktu pulang kerumah, gue sempat berbincang dengan bokap tentang kasus korupsi yang melibatkan Rubi Rubiandini selaku Ketua SKK Migas dengan perusahaan Kernel Oil Pte Ltd. Rudi Rubiandini ini Guru Besar di ITB jurusan perminyakan, terpilih jadi dosen teladan tahun 1994-1998. Beberapa orang ga percaya beliau melakukan tindak korupsi, karena menurut mereka beliau santun dan dihormati baik oleh para mahasiswa maupun kolega sesama dosen. Gue ga ngikutin kasusnya sih, jadi ga tau detailnya. Fakta menarik adalah bahwa banyak orang yang “dianggap” baik, tapi tidak “sebaik” yang dikira.

Contoh lainnya itu kenalan gue. Beliau seorang dosen disebuah universitas swasta, ngajar mata kuliah Pendidikan Agama. Aktif dalam kegiatan politik, beliau kemudian terpilih sebagai anggota legislatif daerah. Setelah beberapa tahun menjabat, gue mendengar kabar bahwa beliau berurusan dengan  polisi karena tertangkap basah membawa narkoba di sebuah bar. Sepengetahuan gue beliau ini orangnya baik, sering main kerumah ngobrol dengan bokap. Santun, sering ngasih saran-saran buat jaga diri karena gue waktu itu masih kuliah dan ngekos di Depok.
Atau kisah temen gue. Orangnya baik dan lugu. Siapa sangka tau-tau hamilin anak orang. Emang sih ga kenal deket, tapi kan bikin kaget juga -_-

Tapi, mengutip obrolan Danny Archer (Leonardo Di Caprio) dengan seorang kakek di film Blood Diamond, yang kurang lebih begini:



Danny:  So u think cause your intentions are good, they’ll spare u, huh?”
The Oldman: ”My heart always told me that people are inherently good. My experience suggests otherwise. But what’s about you, Mr. Archer? In your long career as a journalist, would u say that people are mostly good?”
Danny: “No, I’d say they’re just people.”
The Oldman: “Exactly! It is what they do that makes them good or bad. A moment of love, even in a bad man, can give meaning to a life. None of us knows whose path will lead us to God.”

Iya. Kita ini hanya manusia :)
Dimana baik dan buruk. Benar dan salah. Dan apapun yang ada di dunia ini menjadi relatif.
Di Barat ciuman di tempat umum mungkin dianggap hal yang biasa. Kalau di Indonesia mungkin udah di grebek satpam :)
Bagi beberapa orang selembar uang 10 ribu mungkin hanya cukup buat beli sebungkus rokok, sebagian orang lagi mungkin untuk makan seharian atau di Jakarta mungkin “cuma” cukup buat bayar parkir di mal ya?

Semua relatif.





“Seakan langit selalu diatas, padahal bumi itu bulat.”

 
 
Gue sempet berbincang dengan seorang bapak di dekat rumah. Beliau bilang, bahwa setan itu punya tingkatan-tingkatan atau pangkat layaknya manusia. Jadi misal, buat godain orang kaya gue, diutuslah setan yang ecek-ecek, memberikan hasutan-hasutan, sehingga menyebabkan mata gue terasa berat berasa ditindihin Pevita Pearce ( Ehh, itu sih gue mau! :D ) dan seketika gue pun bablas solat Shubuh X))

Terus gimana orang beriman yang rajin solat? Atau bahkan yang sesekali bangun tengah malam untuk solat tahajud?

Menurut beliau, setan ecek-ecek ga akan mempan ngehadapin orang kaya gini. Ibarat tinju, dalam hal ini juga ada kelas-kelasnya. Untuk orang yang beriman, maka diutuslah setan yang lebih tinggi pangkatnya, lebih “pintar” menghasut, tipu muslihatnya tinggi. Lalu si setan membisikan sesuatu ke hati orang yang beriman ini.

           “Kamu hebat! ketika temen-temen kamu tidur dan orang lain pada tidur, kamu malah bangun untuk solat tahajud. Kamu bangga dong? Yaiyalah. Harusnya temen-temen kamu nyontoh kamu. Kamu lebih baik dari mereka.”

Dan seketika, dihatinya terselip rasa sombong, ngerasa paling baik, ngerasa paling benar.

Ngeri.

Ngeri, disatu sisi tahajud itu bagus banget, di sisi lain mungkin setan menunggu celah untuk menyelipkan rasa paling benar, paling baik. Merasa paling benar bisa membuat kita menyakiti seseorang atau banyak orang. Belakangan sebuah kelompok agama bisa dengan mudah men-judge seseorang sesat. Atau akun-akun anonim yang menyudutkan orang-orang tertentu, menyalahkan, membongkar aib, yang mungkin saja itu barulah sebuah dugaan. Melecehkan alay. Diskriminasi. Dan contoh-contoh lainya.

Terus gimana dengan koruptor? pemerkosa? itukan sudah pasti salah??

Ya memang salah, dan WAJIB dihukum.
Tapi kalau dipikir secara logika, itu semua juga kan hanya karena "sebagian besar" dari kita menganggap itu salah. Kalangan tertentu, mungkin menganggap korupsi biasa-biasa aja. 
Lagi-lagi relatif.

Namun, lebih baik merasa salah dan terus memperbaiki diri sendiri, dari pada merasa “paling” benar dan akhirnya mencari-cari kesalahan orang lain. Merasa paling benar bisa menutup perasaan salah, melupakan bahwasanya kita hanya manusia tempatnya salah. Kita selalu sepakat manusia itu ga ada yang sempurna. Tapi kenapa manusia ga pernah berusaha untuk saling menyempurnakan ya? Mungkin John Lennon di lagu Imagine ada benarnya.

Agama gue mengajarkan, untuk berdoa minimal 17 kali sehari. Mau itu kyai, pejabat, tukang beca, tua, muda, jomblo, semua doanya sama. 

Tunjukilah kami jalan yang lurus”.  

Terkandung dalam surat Al-Fatihah ayat 6, Surat Al-Fatihah wajib dibaca setiap shalat.

Menurut gue,
Sekali lagi menurut gue loh.

Sebaik-baiknya manusia kita tak pernah tau sedang berada dijalan yang benar atau ngga. Karena semuanya relatif dan samar-samar. Maka dari itu kita selalu meminta petunjuk-Nya. Berharap bahwa "jalan" yang kita pilih adalah jalan yang benar.

Segitu aja deh.
Lagi pengen nulis dan dasar tulisan ini cuman hasil dari ‘ke-sok-tau-an’ gue. 
Jadi, kalau gue salah. Marilah kita sepakat. Bahwa ternyata iya, hanya Allah Yang Maha Benar :)) 

(pinjem kata-katanya surayah)