Kemarin sewaktu pulang kerumah, gue
sempat berbincang dengan bokap tentang kasus korupsi yang melibatkan Rubi
Rubiandini selaku Ketua SKK Migas dengan perusahaan Kernel Oil Pte Ltd. Rudi
Rubiandini ini Guru Besar di ITB jurusan perminyakan, terpilih jadi dosen
teladan tahun 1994-1998. Beberapa orang ga percaya beliau melakukan tindak
korupsi, karena menurut mereka beliau santun dan dihormati baik oleh para
mahasiswa maupun kolega sesama dosen. Gue ga ngikutin kasusnya sih, jadi ga tau
detailnya. Fakta menarik adalah bahwa banyak orang yang “dianggap”
baik, tapi tidak “sebaik” yang dikira.
Contoh lainnya itu kenalan gue. Beliau
seorang dosen disebuah universitas swasta, ngajar mata kuliah Pendidikan
Agama. Aktif dalam kegiatan politik, beliau kemudian terpilih sebagai anggota
legislatif daerah. Setelah beberapa tahun menjabat, gue mendengar kabar bahwa
beliau berurusan dengan polisi karena
tertangkap basah membawa narkoba di sebuah bar. Sepengetahuan gue beliau ini
orangnya baik, sering main kerumah ngobrol dengan bokap. Santun, sering ngasih
saran-saran buat jaga diri karena gue waktu itu masih kuliah dan ngekos di
Depok.
Atau kisah temen gue. Orangnya baik dan
lugu. Siapa sangka tau-tau hamilin anak orang. Emang sih ga kenal deket, tapi kan
bikin kaget juga -_-
Tapi, mengutip obrolan Danny Archer (Leonardo Di Caprio) dengan
seorang kakek di film Blood Diamond, yang kurang lebih begini:
Danny: “So u
think cause your intentions are good, they’ll spare u, huh?”
The Oldman: ”My heart always told me that people are
inherently good. My experience suggests otherwise. But what’s about you, Mr. Archer?
In your long career as a journalist, would u say that people are mostly good?”
Danny: “No, I’d say they’re just people.”
The
Oldman: “Exactly! It is what they do that
makes them good or bad. A moment of love, even in a bad man, can give meaning
to a life. None of us knows whose path will lead us to God.”
Iya. Kita ini hanya manusia :)
Dimana baik dan buruk. Benar dan salah.
Dan apapun yang ada di dunia ini menjadi relatif.
Di Barat ciuman di tempat umum mungkin dianggap
hal yang biasa. Kalau di Indonesia mungkin udah di grebek satpam :)
Bagi beberapa orang selembar uang 10
ribu mungkin hanya cukup buat beli sebungkus rokok, sebagian orang lagi mungkin
untuk makan seharian atau di Jakarta mungkin “cuma” cukup buat bayar parkir di mal
ya?
Semua relatif.
“Seakan langit selalu diatas, padahal bumi itu bulat.”
Gue sempet berbincang dengan seorang bapak
di dekat rumah. Beliau bilang, bahwa setan itu punya tingkatan-tingkatan atau
pangkat layaknya manusia. Jadi misal, buat godain orang kaya gue, diutuslah setan
yang ecek-ecek, memberikan hasutan-hasutan, sehingga menyebabkan mata gue
terasa berat berasa ditindihin Pevita Pearce ( Ehh, itu sih gue mau! :D ) dan seketika
gue pun bablas solat Shubuh X))
Terus gimana orang beriman yang rajin
solat? Atau bahkan yang sesekali bangun tengah malam untuk solat tahajud?
Menurut beliau, setan ecek-ecek ga akan
mempan ngehadapin orang kaya gini. Ibarat tinju, dalam hal ini juga ada
kelas-kelasnya. Untuk orang yang beriman, maka diutuslah setan yang lebih
tinggi pangkatnya, lebih “pintar” menghasut, tipu muslihatnya tinggi. Lalu si setan
membisikan sesuatu ke hati orang yang beriman ini.
“Kamu hebat! ketika temen-temen kamu tidur
dan orang lain pada tidur, kamu malah bangun untuk solat tahajud. Kamu bangga
dong? Yaiyalah. Harusnya temen-temen kamu nyontoh kamu. Kamu lebih baik
dari mereka.”
Dan seketika, dihatinya terselip rasa
sombong, ngerasa paling baik, ngerasa paling benar.
Ngeri.
Ngeri, disatu sisi tahajud itu bagus banget, di sisi lain mungkin setan menunggu celah untuk menyelipkan rasa paling benar, paling baik. Merasa paling
benar bisa membuat kita menyakiti seseorang atau banyak orang. Belakangan sebuah kelompok agama bisa
dengan mudah men-judge seseorang
sesat. Atau akun-akun anonim yang menyudutkan orang-orang tertentu,
menyalahkan, membongkar aib, yang mungkin saja itu barulah sebuah dugaan.
Melecehkan alay. Diskriminasi. Dan contoh-contoh lainya.
Terus gimana dengan koruptor? pemerkosa? itukan sudah pasti salah??
Ya memang salah, dan WAJIB dihukum.
Tapi kalau dipikir secara logika, itu semua juga kan hanya karena "sebagian besar" dari kita menganggap itu salah. Kalangan tertentu, mungkin menganggap korupsi biasa-biasa aja.
Lagi-lagi relatif.
Namun, lebih baik merasa salah dan terus
memperbaiki diri sendiri, dari pada merasa “paling” benar dan akhirnya
mencari-cari kesalahan orang lain. Merasa paling benar bisa menutup perasaan salah, melupakan bahwasanya kita hanya manusia tempatnya salah. Kita selalu sepakat manusia itu ga ada
yang sempurna. Tapi kenapa manusia ga pernah berusaha untuk saling
menyempurnakan ya? Mungkin John Lennon di lagu Imagine ada benarnya.
Agama gue mengajarkan, untuk
berdoa minimal 17 kali sehari. Mau itu kyai, pejabat, tukang beca, tua, muda, jomblo, semua doanya
sama.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus”.
Terkandung dalam surat Al-Fatihah ayat 6, Surat Al-Fatihah wajib dibaca setiap shalat.
Menurut gue,
Sekali lagi menurut gue
loh.
Sebaik-baiknya manusia kita tak
pernah tau sedang berada dijalan yang benar atau ngga. Karena semuanya relatif dan samar-samar. Maka
dari itu kita selalu meminta petunjuk-Nya. Berharap bahwa "jalan" yang kita pilih
adalah jalan yang benar.
Segitu aja deh.
Lagi pengen nulis dan dasar tulisan
ini cuman hasil dari ‘ke-sok-tau-an’ gue.
Jadi, kalau gue salah. Marilah kita sepakat.
Bahwa ternyata iya, hanya Allah Yang Maha Benar :))
(pinjem kata-katanya surayah)